Senin, 02 November 2009

Pariwisata Religi

PARIWISATA RELIGI

oleh

Hj.Iim Rogayah Danasaputra

Abstract: Religion tourism has been carried out by millions pilgrims all around the world since 14th C. The most popular ones are visiting Mecca and Medina for moeslims, Vatican Rome, Gerammergan, Lourdes for Cristians, Notre Dame Catedral in Paris for Protestant, Gangga River for Hindunese. Indonesia is potential enough to develop its religion tourism since it has complete historical whorship buildings with uniquec design and interesting interiors for different religions.

Pariwisata sebagai salah satu komoditi ekspor nonmigas, pada awal perkem-bangannya berarti melakukan perjalanan dari rumah ke beberapa tempat, baik yang jauh maupun yang dekat. Pada perkembangan berikutnya pariwisata memiliki makna yang lebih luas; selain diartikan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu, pariwisata juga sudah menjadi industri yang paling besar, dinamis, dan kompleks serta berpengaruh sangat besar terhadap kegiatan ekonomi.

Sejumlah dana yang dikeluarkan untuk kegiatan pariwisata, memberikan sumbangan yang sangat besar pada perdagangan dunia meskipun pariwisata sebagai jenis industri terdiri dari berbagai unsur terpisah seperti: transportasi udara, laut dan darat, makanan, pelayanan, akomodasi, hiburan dan industri lain mulai dari suvenir sampai jet.

Secara terminologis, istilah pariwisata sering juga disebut sebagai invisible export karena itu banyak negara di dunia yang mengandalkan sektor penghasil devisa terbesar ini berhasil mendorong ribuan wisatawan asing untuk datang ke negaranya. Hingga dewasa ini, devisa dari sektor pariwisata sudah mencapai 6% dari semua ekspor dunia, dan di masa mendatang diramalkan akan menjadi salah satu industri penting ketiga yang mempengaruhi ekonomi dunia. Bahkan di Eropa diperkirakan sepuluh tahun mendatang akan meningkat lebih dari 30 % dari kondisi sekarang. (Torres Marques, 1998). Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila negara-negara yang memiliki potensi pariwisata yang cukup lengkap mulai menaruh perhatian yang lebih serius terhadap perkembangan pariwisatanya, termasuk Indonesia.

Indonesia memiliki potensi wisata yang sangat lengkap mulai dari kekayaan alamnya yang begitu indah dan beraneka ragam jumlahnya, corak budaya dan adat istiadatnya bermacam-macam serta berbagai atraksi budaya yang unik dan mengagumkan. Fakta menunjukkan bahwa pengelolaan dan manajemen yang tidak tepat, kurangnya tenaga professional, minimnya dana promosi serta dana investasi yang mahal menyebabkan potensi wisata yang dimiliki Indonesia tidak dapat berkembang secara efektif. (lihat juga Spillane,1994:93 , dan Sastraatmaja, 2000:7)

Terlebih dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini pariwisata Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang tidak begitu menggembirakan sebagai dampak dari krisis politik dan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya secara drastis jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia sehingga penghasilan negara dari devisa juga berkurang hampir 11,2% dari jumlah $5,22 juta pada tahun 1997 menjadi $ 4,606 juta pada tahun 1998.. Meskipun demikian penelitian yang dilakukan oleh Deparsenibud Bali baru-baru ini memper-lihatkan bahwa kondisi yang memprihatinkan itu mulai membaik, dan menunjukkan indikasi yang menggembirakan. Pemasukan devisa juga mulai meninggat menjadi $4,707 pada tahun 1999. Jumlah wisatawan mancanegara terutama wisatawan ASIA yang datang ke Bali mulai meningkat dan secara perlahan daerah tujuan wisata lain yang ada di Indonesia mulai kedatangan wisatawan.

Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai usaha untuk mening-katkan citra pariwisatanya; berbagai sarana dan prasarana baru pariwisata terus dibangun, diperbaiki, dan diperbaharui, promosi objek wisata yang belum berkembang secara teratur dilakukan, serta objek wisata baru secara bertahap dikembangkan. Salah satu di antara objek wisata baru yang mulai dikembangkan adalah pariwisata religi

JENIS-JENIS WISATA DI INDONESIA

Dibandingkan dengan negara-negara yang sekarang menjadikan sektor pariwisata sebagai penghasil devisa utamanya seperti Hawai, dan Thailand, Indonesia memiliki beberapa kelebihan yang dapat memberikan sumbangan yang cukup bermakna pada pemasukan devisa Indonesia. Dikatakan demikian, karena Indonesia memiliki hampir semua jenis wisata seperti cultural tourism, recuperational tourism, commercial tourism, sport tourism, political tourism, social tourism, and religion tourism. (Yoeti, 1987:114-115, dan Spillane, 1987:28-30).

Sejauh ini jenis wisata di Indonesia yang sudah berhasil dikenal di dunia luar baru jenis wisata budaya. Jenis pariwisata ini dilakukan orang dengan tujuan untuk memperkaya informasi dan menambah pengetahuan tentang negara-negara lain disamping ingin mendapat kepuasan, entertainment dari hasil suatu kebudayaan seperti tarian tradisional, dan tata cara kehidupan masyarakat setempat.

Promosi jenis wisata yang menonjolkan berbagai atraksi wisata dan objek wisata, termasuk di dalamnya pantai, alam, gunung, danau dengan mudah ditemukan dalam berbagai pameran wisata internasional. Dalam tahun 1996 saja Indonesia berpartisipasi aktif dalam pameran wisata di Tailand, hongkong, Sydney, Taipei, Seoul, dan London sementara dalam tahun 1997 pariwisata budaya Indonesia dipamerkan dan diparaskan di Florida, Spanyol, Milan, Italy, Paris, Berlin, Kuala Lumpur dan Singapura.

Selain itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan 10 tujuan utama wisata Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia mulai dari Sumatera Utara dengan objek wisata Brastagi, Lingga, Si Piso-piso, Prapat, Danau Toba; Sumatera Barat dengan Bukit Tinggi, Danau Melinjau, Danau Singkarak; Jakarta dengan TMII, Dunia Fantasi, Ancol, Pulau Seribu; Jawa Barat dengan Puncak, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Papandayan; Jawa Tengah dengan Karang Bolong, Nusa Kambangan, Curug Sewu, Pulau karimanjaya; Yogyakarta dengan Gunung Berapi, Parang Tritis: Jawa Timur dengan Gunung Bromo, Pulau Bawean, Gunung Batok; Pulau Bali dengan Pantai Kuta, Pantai Sanur, Tanah Lot, Kintamani, Pulau Menjangan; Sulawesi Selatan dengan Gunung Enkarang, Air Terjun Bantimurung dan Sulawesi Utara dengan Pulau Menado Tua.

Secara umum jenis pariwisata ini telah mendatangkan devisa yang sangat besar bagi Indonesia dan berhasil memicu berkembangnya dengan pesat berbagai industri pariwisata seperti hotel, restauran, transportasi, dunia hiburan, dan industri lain yang berkaitan dengan pariwisata sehingga pemerintah sedikit terbantu dalam mengatasi masalah pengangguran.

Kelengkapan sarana dan prasarana ini membuat pemerintah Indonesia mulai mengembangkan jenis pariwisata commercial. Jenis pariwisata ini disebut juga pariwisata perdagangan karena perjalanan wisata dikaitkan dengan kegiatan perdagangan nasional atau internasional Beberapa tahun terakhir ini di Jakarta misalnya secara rutin diselenggarakan Expo industri yang diikuti oleh beberapa perusahan raksasa di dunia serta PATA Market. Di Bali telah diselenggarakan berbagai konferensi tingkat dunia dalam bidang pariwisata (The World PATA Chapters Congress, PATA Congress, dan Te General Session of World Tourism Organization) yang memungkinkan terjadinya transaksi silang perjalanan ke luar negeri dan ke dalam negeri. Di Bandung telah diselenggarakan The Asean Tourism Forum sementara di Pontianak telah pula diselenggarakan Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina Working Group on Tourism Development. Belum lagi berbagai konferensi tingkat internasional dalam dunia pendidikan dan budaya.

Sport tourism atau pariwisata olahraga yang dilakukan wisatawan untuk melihat atau menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu tempat atau negara tertentu sudah mulai dijajagi pemerintah Indonesia untuk lebih dikembangkan tidak hanya sebatas negara Asean atau Asia Tenggara dengan Asean Games dan SEA Games namun juga untuk tingkat internasional walaupun baru sebatas lomba kuda di Sumatera Barat, bulu tangkis di Jakarta, dayung dan lomba layar di Jawa Barat, glider di Jawa Tengah, surfing di Jawa timur dan selancar di pulau Bali.

Jenis pariwisata lain yang mulai dikembangkan adalah political tourism yaitu suatu perjalanan yang tujuannya untuk melihat atau menyaksikan suatu peristiwa/ kejadian yang berhubungan dengan kegiatan hari tertentu. Bandung (1998) misalnya telah berhasil mendatangkan hampir 75% peserta KTT untuk menyaksikan perayaan ulang tahun KTT.

Jenis pariwisata lainnya adalah recuperational tourism (jenis pariwisata yang dilakukan oleh seseorang untuk menyembuhkan suatu penyakit seperti mandi di suatu sumber air panas), dan social tourism (jenis pariwisata yang tidak mencari keuntungan seperti study tour, atau study banding). Salah satu jenis wisata yang menarik adalah religion tourism: jenis pariwisata yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk menyaksikan atau turut serta dalam upacara-upacara yang berhubungan dengan keagamaan. Dengan demikian, tulisan ini akan membentangkan perihal objek wisata religi di Indonesia sehingga dapat diketahui bahwa jenis objek wisata ini merupakan salah satu objek wisata potensial yang dalam perkembangan dewasa ini banyak dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

PARIWISATA RELIGI

Indonesia merupakan sebuah negara yang penduduknya menganut beberapa agama: Islam (90 %), Kristen Katholik (2%), Protestan (5%), Hindu dan Budha (3%) dan yang lainnya (1%).(data statistik 1999)

Dihubungkan dengan kepariwisataan, agama secara tidak langsung dapat mendatangkan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Perayaan tahun baru agama Budha (Waisyak) di Candi Borobudur beberapa waktu berselang tidak hanya mendatangkan jutaan wisatawan domestik dari seluruh Indonesia, namun juga pemeluk agama Budha dari seluruh dunia. Perayaan Hari Eka Dasa Rudra (1979) yang diselenggarakan setiap 100 tahun, dan Hari Panca Wali Krama yang diselenggarakan setiap 10 tahun, di Pura Besakih Bali berhasil menarik jutaan umat Hindu di seluruh dunia.

Konsekwensi logis dari perayaan hari besar kedua agama tersebut seluruh aspek industri yang terlibat di dalamnya memperoleh keuntungan yang besar. Sebagian besar akomodasi yang berada di sekitar lokasi perayaan dipenuhi wisatawan, pengelola transportasi sibuk melayani pemesanan kendaraan, pedagang berbagai jenis makanan, pakaian, cindera mata dapat memperoleh uang dari jualannya. Keyakinan yang kuat akan kebenaraan agama yang dianutnya, membuat wisawatan rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk turut serta menyelenggarakan hari-hari besar tersebut.

Bagaimana dengan agama lainnya?. Mc. Intoch (1972:35-36) mengungkapkan bahwa di luar negeri sejak agama berkembang beberapa ratus tahun lalu pariwisata religi ini telah dilakukan jutaan umat manusia secara berkelompok. Mereka melakukan perjalanan untuk memberikan perhormatan ke tempat suci tertentu atau sebagai penebusan dosa atau untuk memenuhi janji yang mereka buat ketika sakit. Sir Johyn Mandeville (abad 14) bahkan sudah menulis panduan berziarah ke tanah suci (Mill, 2000:9). Diantara sekian banyak tempat ziarah yang ada di dunia yang paling terkenal adalah kunjungan ke Mekah dan Medinah untuk ibadah haji, dan ke Israel untuk ziarah bagi umat Islam. Umat Kristen secara teratur melakukan perjalanan agama ke pusat agama Katholik di Vatikan Roma, Gerammergan, Lourdes dan setiap cabang gereja yang ada sementara umat Protestan berbondong-bondong mengunjungi gereja megah seperti Notre Dame Catedral di Paris atau Saint Peter di Roma.

Agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia juga memiliki hari-hari besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Kedua hari besar tersebut selama ini diselenggarakan secara nasional dan sifatnya kekeluargaan: segenap famili dengan penuh hidmat selalu berusaha untuk menyelenggarakannya beserta keluarga. Arus kunjungan dari satu tempat ke tempat lain sifatnya sangat individual, dan dilakukan antar kota atau paling jauh antar kepulauan di Indonesia. Arus kunjungan dari luar Indonesia relatif sangat kecil bila dibandingkan dengan wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri, terutama negara-negara yang ada hubungannya dengan sejarah perkembangan Islam seperti, Mesir, Iran dll. Salah satu moment besar yang berkaitan dengan perkembangan agama Islam di Indonesia, dan berhasil mendatangkan wisatawan mancanegara dalam jumla besar adalah Festival Istiqlal (1990).

Hal yang sama juga berlaku bagi umat Kristen dan Protestan di Indonesia yang pergi ke Roma, Yerusalem untuk turut merayakan natal namun dapat dikatakan hampir tidak ada wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia untuk merayakan natal.

Kunjungan wisatawan untuk berziarah ke tempat-tempat yang melukiskan perkembangan agama dan dapat memperdalam penghayatan dan keyakinan akan ajaran agama yang ada dapat juga dilakukan di Indonesia. Data terakhir menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah membangun tidak kurang dari 597.500 mesjid, 30.700 gereja Protestan, 13.700 gereja Katholik, 23.800 pura dan 667.400 yang tersebar di seluruh Indonesia. Belum termasuk tempat-tempat ibadah yang telah lama dibangun dan memiliki nilai-nilai sejarah baik karena arsitek bangunannya maupun karena perannya dalam pengembangan agama yang ada di Indonesia. Pertanyaannya: mungkinkah pariwisata religi di Indonesia laku dijual kepada wisatawan asing?

Ditinjau dari sudut kelengkapan tempat ibadah dan ziarah, penulis berkeyakinan bahwa jenis pariwisata ini dapat dikembangkan dengan baik. Sebagian besar tempat ibadah di Indonesia memiliki design yang tidak saja unik namun juga memperlihatkan nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Tabel berikut menunjukkan kekayaan tempat ibadah dan ziarah yang meliputi ke enam agama yang hidup di Indonesia.

PROSPEK PARIWISATA RELIGI

Pengaruh era globalisasi yang cenderung memaksa orang untuk berpacu dengan waktu, dan terlibat dalam persaingan yang sangat kompetitif dalam segala bidang kehidupan secara perlahan membentuk orang untuk egois, individualis, materialistis yang pada akhirnya menumbuhkan jiwa yang kosong dan selalu merasa kurang. Kondisi ini secara bertahap akan mampu mengeser motivasi orang untuk melakukan wisata.

Yoeti (1987: 170-172) membagi motivasi orang-orang melakukan wisata ke dalam 6 kelompok yaitu (1) alasan pendidikan dan kebudayaan, (2) alasan santai, kesenangan dan petualangan, (3) alasan kesehatan, olah raga dan rekreasi, (4) alasan keluarga, negeri asal dan tempat bermukim, (5) alasan business, social politik, konperensi, (6) alasan persaingan dan hadiah. (lihat juga Hadinoto, 1996:15, dan Mill, 2000: 48-50). Mc. Intoch (1972:52) lebih mempersempit motivasi tersebut ke dalam empat kelompok yang meliputi (1) motivasi phisik termasuk di dalamnya beristirahat di pantai, nightclub, olah raga dan apa-apa yang disarankan oleh dokter untuk kesehatan orang yang bersangkutan, (2) motivasi budaya untuk mengenal negara, musik, seni, tarian, lukisan, agama, dan aktifitas budaya lainnya, (3) motivasi interpersonal untuk menghindari atau bertemu dengan orang tertentu, saudara, dan orang-orang yang samasekali baru, (4) motivasi status dan prestige untuk perkembangan pribadinya

Lebih lanjut Yoeti (1987: 173) mengatakan bahwa keenam motivasi wisata tersebut di atas dapat berubah tingkat prioritasnya tergantung pada orang yang memutuskan untuk melakukan perjalanan tersebut. Hal senada juga dikemukakan oleh Mc Intoch yang mengatakan bahwa biasanya orang melakukan pariwisata untuk lebih dari satu alasan. Bagi orang yang sudah terlalu sering melakukan suatu jenis pariwisata dapat saja memutuskan melakukan suatu perjalanan hanya untuk menyembuhkan penyakit fisik atau rohani. Pariwisata religi akan merupakan salah satu pilihan untuk itu.

Sebenarnya untuk tingkat lokal jenis pariwisata ini sudah sering dilakukan; secara berkelompok para penganut agama Islam melakukan jiarah ke berbagai mesjid besar yang ada di Jawa Barat; ibu-ibu pengajian secara teratur mengunjungi Mesjid Istiqlal atau mesjid Al Azhar sebelum rekreasi di Ancol dan DUFAN, atau ke Mesjid Demak sebelum meneruskan perjalanan ke Jepara.

Untuk tingkat internasional penganut agama terbesar di Indonesia ini belum berani melangkah. Baru pemerintah daerah Batam yang telah berhasil mendatangkan wisatawan mancanegara dalam merayakan hari-hari besar umat Islam terutama Hari Raya Idul Adha. Tidak kurang dari 5000 wisatawan dari Singapura dan Malaysia terutama etnis Melayu secara rutin datang ke Batam untuk turut sembahyang Idul Adha, memberi sumbangan dan menyaksikan pemotongan daging kurban. Padahal selama ini di lingkungan masyarakat penganut agama Islam di Indonesia, pulau Batam lebih terkenal sebagai tempat ideal lelaki hidung belang dan penjudi.

Begitu juga umat Kristen yang secara teratur melakukan retreat di Sendang Sono di Jawa Tengah belum memikirkan kemungkinan pengembangan jenis pariwisata ini.

Sedikit berbeda dengan penganut agama Hindu, terutama mereka yang berada di pulau Bali. Umat Hindu melalui banjar-banjarnya bekerja sama dengan pemerintah daerah dengan berani memasukkan ritual agama Hindunya ke dalam agenda perjalanan wisatawan asing yang datang ke pulau dewata ini. Misalnya saja perayaan hari Nyepi yang diselenggarakan setiap tahun, Sareswati setiap 210 hari, Hari Galungan, dan Kuningan setiap 10 hari setelah hari Galungan.

Baru-baru ini pemerintah daerah bahkan mengeluarkan aturan baru yang meminta sumbangan $1(awalnya diajukan $3) kepada setiap wisatawan yang datang ke pulau Bali. Sumbangan tersebut diberikan langsung kepada banjar untuk pemeliharaan lingkungan dan pembiayaan upacara agama. Hal ini ternyata memperoleh sambutan yang sangat positif dari wisman; mereka dengan sukacita dan bangga turut melakukan persiapan upacara dan secara tekun mengikuti sampai habis walaupun tidak memahami maksud dan tujuannya.. Salah seorang wartawan Kompas yang mewawancarai beberapa wisman yang sedang mengikuti upacara di Pantai Kuta melaporkan bahwa mereka sangat senang diminta berpartisipasi menjaga lingkungan Bali dan merasa ikut memiliki keindahan alam yang luar biasa tersebut.

Pemerintah daerah Bali juga mulai mengikuti jejak pemerintah DKI yang membangun enam tempat ibadah berdampingan di TMII. Di daerah antara Pantai Kuta dan objek wisata budaya Garuda Wisnu Kencana telah dibangun enam tempat ibadah dengan artisek yang unik dan megah serta dilengkapi dengan pemandangan yang indah, tempat parkir yang luas, sarana komunikasi, dan WC yang bersih.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah Bali dan Batam dapat dijadikan contoh oleh daerah lain di seluruh Indonesia, terutama oleh daerah yang memiliki potensi pariwisata religi. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah menggabungkan jenis pariwisata yang sudah cukup terkenal dengan pariwisata religi yang mungkin dapat dikembangkan. Selain itu penelitian dan penentuan arah pasar jenis pariwisata ini sangat penting dilakukan.

Hadiwinata (1996:170) mengatakan bahwa sebagai akibat perubahan sosial yang melanda hampir seluruh bagian dunia, telah terjadi perubahan pengembangan pariwisata dari pariwisata matahari, pantai, dan laut ke pariwisata petualangan, pengamatan satwa liar dan sesuatu yang alamiah. Demografi dunia telah merubah orang yang sekarang tua (55 tahun ke atas), berpendidikan lebih baik serta lebih tinggi, berpengalaman untuk wisata untuk tidak lagi ingin berombongan besar digiring oleh biro perjalanan masuk ke pesawat carteran atau bus-bus besar, mengunjungi atraksi wisata dalam waktu singkat namun telah berubah ingin melihat pemandangan alam, kehidupan rakyat dan tempat-tempat bersejarah. Mill (2000:365) memprediksi di As saja tahun 2011, 50 % konsumen pariwisata pensiunan itu menjadi 15 % dari seluruh penduduk dan pada tahun 2030, satu dari lima penduduk Amerika akan berusia 65 taun lebih sehingga mereka akan memiliki waktu luang, lebi sehat dan memiliki uang untuk pariwisata. Mereka pada umumnya berusaha memenuhi sebaik mungkin keinginan mereka. Ikhwal senada dapat dijumpai di bagian dunia lainnya.

Simpulan

Perkembangan pariwisata Indonesia mengalami nasib “pasang surut” yang sesuai dengan keadaan zaman. Hal tersebut berlaku pula terhadap pariwisata religi sebagai salah satu jenis wisata di Indonesia. Akan tetapi, mengingat perubahan zaman yang sangat cepat, ada kecenderungan wisatawan lebih suka memilih pariwisata religi dibandingkan dengan jenis wisata lainnya sehingga pariwisata jenis ini akan cukup potensial untuk dikembangkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah selayaknya mengupayakan agar objek wisata religi ditingkatkan dengan sesegera mungkin merencanakan dan melakukan strategi marketing yang matang, serta efektif agar jenis pariwisata ini dapat pula berperan serta aktif dalam meningkatkan pemasukan devisa ke pemerintah Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Department of Information Republic of Indonesia.1998. Indonesia 1998, An Official Handbook. Jakarta: Perum Percetakan Negara

Hadinoto, Kusudianto.1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta; Penerbit Universitas Idonesia.

Mc Intoch, Robert. W.1972. Tourism Principles, Practices and Philosophies. Ohio: Grid Inc.

Mill, Robert Cristie.2000. Tourism, The International Business. Jakarta: PT Raya Grafindo Persada.

IGDE. Pitana,1994. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Penerbit BP

Spillane, James J. 1987.Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Oka A. Yoeti, 1987. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Penerbit Angkasa.

1990. Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa

2000. Harian Kompas Edisi 7 Nopember 2000 Wisata Religius. Jakarta:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar